Antara PELACUR dan PENULIS

Tubuh dan pikiran sejatinya mampu menjadi komoditas. Setiap jasa dan kreatifitas yang diperjualbelikan mari kita asumsikan sebagai kegiatan melacur.

Seorang penulis buku Best Seller mampu menuangkan pikiran intelektualnya kedalam lembaran kertas  sampai ratusan halaman, bahkan bisa menjadi pribadi yang menampilkan narasi dari arus dua arah argumentasi yang berbeda. Demi waktu, pikiran,tenaga, ia rela melacurkan pikiran membuat karya abadi menembus jaman dan dikenang banyak orang. Susahnya mendapat benefit harus melalui deadline, quality control,media penerbit yang bagus, dll-- pekerjaan yang lama utk menghasilkan income.

 Sementara lonte-lonte jahanam yang merasa hanya punya vagina sebagai modal menyerah terlalu cepat  kepada realitas, mode, trend, dan jaman. Karena memang sudah bukan sesuatu yang sulit sekarang , dengde benefit yang tinggi maupun tak seberapa, yang penting ngangkang dan cepet dapet duit.

Jika tubuh semudah itu untuk dijadikan modal, maka hal yang pantas juga dikatakan kalau kamu yang melonte tolol mengalami kemunduran (modal) intelektual?

Kalau aku berhak melacurkan pikiran, apa itu artinya setara dengan kamu yang berhak melacurkan tubuh?

Memang tidak ada satupun orang yang berhak melarang kegiatan melacur. Tapi hadirnya lonte-lonte semacam kalian membuat pasar tidak melakukan koreksi harga terhadap nilai kreatifitas pikiran seorang penulis dan nilai selangkangan busuk seekor pelacur. Pukimak kau.

Comments