Sebelumnya,
Saya tidak pernah tertarik dengan pelajaran bahasa. Sejauh angan-angan saya, bahasa itu hanya sekedar perangkat lunak untuk bertutur. Tidak lebih. Tapi setelah berkenalan dengan para Sturkturalis dan Postrukturalis, baru mata saya terbelalak. Ternyata, bahasa itu tidak sesederhana yang saya anggap sebelumnya.
Bahasa itu adalah rumah pertama manusia sejak dia terlempar ke dunia. Sejak saat itu, manusia selalu dikepung oleh bahasa. Baik bahasa tutur, maupun oleh meta bahasa. Singkatnya, keberadan manusia itu, selalu dalam ruang bahasa.
Itu artinya, dari perspektif ini, biang kerok segala persoalan manusia, bisa dijelaskan melalui filsafat bahasa.
Lebih kurang itulah jasa dan intisari kajian Hermeneutika dan Semiologi yang pernah saya pelajari. Jika anda ingin tahu lebih dalam, silahkan anda cari buku-bukunya. Jangan tanya saya. Karena itu bukan tugas saya.
Saya tidak pernah tertarik dengan pelajaran bahasa. Sejauh angan-angan saya, bahasa itu hanya sekedar perangkat lunak untuk bertutur. Tidak lebih. Tapi setelah berkenalan dengan para Sturkturalis dan Postrukturalis, baru mata saya terbelalak. Ternyata, bahasa itu tidak sesederhana yang saya anggap sebelumnya.
Bahasa itu adalah rumah pertama manusia sejak dia terlempar ke dunia. Sejak saat itu, manusia selalu dikepung oleh bahasa. Baik bahasa tutur, maupun oleh meta bahasa. Singkatnya, keberadan manusia itu, selalu dalam ruang bahasa.
Itu artinya, dari perspektif ini, biang kerok segala persoalan manusia, bisa dijelaskan melalui filsafat bahasa.
Lebih kurang itulah jasa dan intisari kajian Hermeneutika dan Semiologi yang pernah saya pelajari. Jika anda ingin tahu lebih dalam, silahkan anda cari buku-bukunya. Jangan tanya saya. Karena itu bukan tugas saya.
Comments
Post a Comment